Pada kesempatan ini saya akan membahas soal
pengertian Tafsir yang mana postingan saya ini dilatar belakangi oleh
pertanyaan teman saya sendiri, apa pertanyaannya ?
Sudahlah.... tidak penting untuk
dibahas, karena memang pertanyaannya tidak ada hubungannya dengan tema tafsir kali ini hanya supaya ada latar belakang saja.
mari kita lanjutkan saja postingannya tentang pengertian Tafsir.
mari kita lanjutkan saja postingannya tentang pengertian Tafsir.
Tafsir secara akar kata berasal dari kata ف-س-ر (fa-sa-ra) atau فَسَّرَ
(fassara) yang bermakna بَيَنَ
bayana (menjelaskan), dan وضَّحَ waddhaha
(menerangkan). Dari sisi istilah :
- menurut Az-Zarkasyi dalam Burhan fi 'Ulum al-Qur'an, maksudnya adalah, "Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menerangkan maknanya, menyingkap hukum dan hikmahnya, dengan merujuk pada ilmu bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu, tashrif, bayan, ushul fiqih, qiraat, asbabun nuzul, dan nasikh mansukh.
- Adapun menurut Az-Zarqani, "Tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Qur'an dengan menyingkap maknanya (dilalah), dengan maksud yang diinginkan Allah SWT, sebatas kemampuan manusia." Definisi ini lebih ringkas daripada definisi di atas.
Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu
yang mempelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada nabi SAW, berikut
penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan
bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Quran al-Karim dari segi
pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Secara
lebih sederhana, tafsir dinyatakan sebagai penjelasan sesuatu yang diinginkan
oleh kata.
Mempelajari tafsir hukumnya adalah wajib,
berdasarkan firman Allah ta’ala :
كِتَابٌ
أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لّيَدّبّرُوَاْ آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكّرَ أُوْلُو
الألْبَابِ
”Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (QS. Shaad : 29).
Dan berdasarkan firman Allah ta’ala :
أَفَلاَ
يَتَدَبّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىَ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad : 24).
Istidhlal dari ayat pertama adalah bahawa Allah
ta’ala menjelaskan hikmah diturunkannya Al-Qur’an yang penuh berkah ini adalah
agar manusia memerhatikan ayat-ayatnya dan mengambil pelajaran yang terkandung
di dalamnya. Tadabbur adalah memerhatikan, mempelajari, dan merenungi
lafadz-lafadz untuk mencapai maknanya (yang hakiki). Jika hal itu tidak
dilakukan, maka luputlah hikmah diturunkannya Al-Qur’an, dan jadilah Al-Qur’an
hanya sekadar lafadz-lafadz yang menjadi bacaan rutin yang tidak dapat
memberikan pengaruh bagi orang-orang yang membacanya.
Hal ini disebabkan kerana pengambilan ibrah
(pelajaran) itu tidak mungkin dapat dilakukan tanpa memahami makna yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Kesimpulan ayat pertama dan ayat yang kedua
adalah bahawa Allah ta’ala mencela orang-orang yang tidak memerhatikan
Al-Qur’an, serta mengisyaratkan bahawa hal tersebut termasuk penutup dan
penghalang hati mereka, sehingga kebenaran itu tidak sampai kepada hati mereka.
Dulu, para salaful-ummah (umat terdahulu)
berada di atas jalan yang wajib ini. Mereka mempelajari Al-Qur’an, baik
lafadznya mahupun maknanya, kerana dengan cara itulah mereka akan mampu
mengamalkan Al-Qur’an sesuai dengan yang dikehendaki Allah ta’ala. Kerana
mengamalkan sesuatu yang tidak diketahui maknanya adalah hal yang mustahil.
Berkata Abu Abdirrahman As-Salami, ”Telah
menceritakan kepada kami orang-orang yang membacakan Al-Qur’an kepada kami
seperti ‘Utsman bin ‘Affan, Abdullah bin Mas’ud, dan juga yang lainnya; bahawa
apabila mereka mempelajari dari Nabi sepuluh ayat, mereka tidak menambahnya
sampai mereka mempelajari pelajaran apa yang ada di dalam ayat-ayat tersebut,
kemudian berusaha untuk mengamalkannya”. Mereka berkata,”Maka kami mempelajari
Al-Qur’an, mengambil ilmu dari Al-Qur’an, dan sekaligus mengamalkannya”.
Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah,”Adat
(tradisi) menghalangi suatu kaum untuk membaca sebuah kitab tentang suatu macam
ilmu, seperti ilmu kedoktoran dan ilmu hisab, tanpa menuntut penjelasan untuk
hal itu. Maka bagaimana dengan Kalamullah ta’ala yang merupakan tali pegangan
mereka, dan dengannyalah (dapat diraih) keselamatan dan kebahagiaan mereka, serta
tegaknya agama dan dunia mereka”.
Wajib atas ahli ilmu untuk menjelaskan hal
tersebut kepada umat manusia, baik dengan tulisan mahupun dengan lisan,
berdasarkan firman Allah ta’ala :
وَإِذَ
أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ الّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيّنُنّهُ لِلنّاسِ
وَلاَ تَكْتُمُونَهُ
”Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji
dari orang-orang yang telah diberi kitab (iaitu) : Hendaklah kamu menerangkan
isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya” (QS. Aali
Imran : 187).
Dan penjelasan tentang Al-Qur’an kepada manusia
itu bersifat menyeluruh, meliputi penjelasan tentang lafadz-lafadz dan
makna-maknanya. Jadi, tafsir Al-Qur’an itu termasuk janji yang akan Allah minta
pertanggungjawabannya kepada ahli ilmu untuk menjelaskannya.
Tujuan mempelajari ilmu tafsir adalah
tercapainya tujuan yang terpuji dan buah yang mulia, iaitu At-Tashdiq
(membenarkan) khabar-khabar Al-Qur’an dan mengambil manfaat dari khabar-khabar
tersebut serta menetapkan hukum-hukumnya sesuai dengan yang dimaksud oleh
Allah, iaitu agar dalam menyembah Allah ta’ala didasari atas bashirah (ilmu).
https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir
http://asyarh.blogspot.co.id/2014/06/bab-i-pendahulian-a.html